
Mengisi liburan 3 hari kemarin kami sekeluarga sepakat pergi ke Situ Patenggang Ciwidey-Bandung. Ternyata tak banyak berubah semenjak 15 tahun yang lalu yaitu pada saat Abah masih berstatus pacaran sama si Ambu. Perjalanan kali ini boleh di bilang napak tilas kami berdua hanya saja sekarang kami sudah membawa 3 junior (Ghifary, Hanezar dan Ariq) hasil kerja keras di sofa, kamar mandi, ruang tamu dll. Jangan khawatir semuanya menyadang status “halal toyiban”. Perjalanan kali ini sedikit menjenuhkan terutama buat anak-anak kami, pasalnya perjalanan yang hanya 80 km seharusnya bisa ditempuh dengan waktu kurang dari 3 jam kenyataannya hampir 5 jam. Bandung sekarang sudah benar-benar “Heurin ku Tantung” but I love it.
Ditengah perjalanan....
Kami masih sempat melihat dan menerangkan kepada anak-anak kami sejarah dan asal usul pesawat terbang yang ada di lanud “Ateng Senjaya”. Sepanjang jalan Kopo sampai mejelang Soreang yaitu jalan utama yg menuju arah Ciwidey sudah semakin semerawut. Hamparan sawah sudah mulai habis berganti dengan Perumahan yang menjalar di kiri kanan jalan, berjejal dengan Mall-Mall dan toko-toko, behimpitan dengan angkot dan tumpah ruah dengan pasar dadakan, sungguh pemandangan yang “menakjubkan” membuat kami harus geleng2 kepala.
Hilang sudah cape dan kepenetan, berganti dengan kesejukan dan kesegaraan pada saat kami tiba di kawasaan perkebunan teh tepat jam 1 siang. Tak membuang kesempatan kami segera membuka pintu mobil dan segeralah anak-anak berhamburan keluar sambil melihat pemandangan indah danau Patenggang nun jauh disana. Sepanjang mata memandang kabut tipis terlihat mengelayut diatas danau, tapi tak begitu lama cuaca segera berubah drastis hujan segera menguyur. Setelah ditunggu beberapa jam ternyata hujan tak juga berhenti terpaksa kami memutuskan pulang saja karena hujan semakin deras dan udara begitu dingin sekali hingga menusuk tulang.
Tak banyak cerita pada saat perjalanan pulang hanya mampir sebentar beli oleh-oleh makanan khas daerah setempat yaitu Kalua Jeruk, Borondong dan Bandrek merek si Abah yg kesohor itu, disamping juga anak-anak semua tertidur pulas sehingga perajalan pulang terasa kurang seru tanpa celoteh anak-anakku. Sambil menerabas kembali kemacetan satu kalimat meluncur dalam bathin ku ”Ya Allah, jangan kau cabut nikmat yg telah kau berikan padaku dan keluargaku serta jadikanlah kami hambamu yg selalu mensyukuri nikmat dan karuniamu”.